Archive for the ‘A. Ciri-Ciri Ya’juj Ma’juj’ Category

2.1. Ciri-Ciri Ya’juj Ma’juj   Leave a comment


Walau para ulama berbeda pandangan tentang sosok Ya’juj wa Ma’juj, namun mereka semua sepakat bahwa Ya’juj wa Ma’juj adalah sekelompok manusia seperti kita yang memiliki perangai tidak terpuji. Kemunculannya merupakan salah satu pertanda akan datangnya hari kiamat.

“Kiamat itu tidak akan terjadi hingga kalian melihat sepuluh tanda, yaitu: dukhan, Dajjal, daabbah, terbitnya matahari dari barat, turunnya Isa bin Maryam, Ya’juj wa Ma’juj, tiga khusuf (satu di timur, satu di barat, dan satu di Jazirah Arab), dan terakhir adalah api yang keluar dari ‘Aden (Yaman) yang menggiring manusia ke makhsyar.” (HR. Muslim)

Sebagian ulama berbeda pandangan tentang urutan tanda-tanda kiamat tersebut. Ada yang menyatakan urutannya seperti yang telah disebutkan diatas, namun ada pula yang mengatakan bahwa keluarnya Dajjal berada dalam urutan pertama dan yang terakhir adalah turunnya Isa bin Maryam. Bahkan ada pula yang berkata bahwa terbitnya matahari dari arah barat berada dalam urutan pertama. Semua pandangan memiliki dalil masing-masing, yakni hadits yang diriwayatkan oleh orang yang sama, yaitu Imam Muslim. Dari sini kita dapat mengambil pelajaran bahwa tanda-tanda yang disebutkan tersebut bisa jadi tidak berurutan. Bisa saja munculnya Ya’juj wa Ma’juj berada pada urutan pertama. Bukan begitu? Namun tentunya kita tidak ingin berlama-lama memperdebatkan tentang hal itu. Yang menjadi pertanyaan penting dalam konteks ini adalah; apakah Ya’juj wa Ma’juj telah berhasil menembus Tembok Besi? Jawabannya: Ya!, sebab sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa Dinding Besi Derbent tempat Ya’juj wa Ma’juj tertahan telah hancur lebur.

Hal ini sebenarnya juga sudah tersirat dalam hadits berikut:

Dari Zainab binti Jahsyin bahwa Nabi bangun dari tidurnya seraya berkata: “La ilaha illallah, celakalah orang-orang Arab, karena keburukan yang telah dekat. Telah terbuka pada hari ini dari dinding Ya`juj dan Ma`juj seperti ini.” –dan Sufyan (seorang perawi) melingkarkan tangannya dalam bentuk angka sepuluh– Kemudian saya (Zainab) berkata: “Ya Rasulullah, apakah kita akan binasa meskipun bersama kita ada orang-orang shalih?”. Beliau menjawab: “Ya, ketika al-khabats (kemaksiatan) semakin banyak jumlahnya”.

Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad rahimahullahu dalam Musnad-nya no. 26145, 26148; Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu dalam Kitab Ahaditsul Anbiya` no. 3346; Kitabul Manaqib no. 3598; Kitab Ath-Thalaq secara mu’allaq; Kitabul Fitan no. 7059, 7135; Al-Imam Muslim rahimahullahu dalam Kitabul Fitan wa ‘Asyrathus Sa’ah no. 7164-7168; Al-Imam At-Tirmidzi rahimahullahu dalam Kitabul Fitan ‘an Rasulillah no. 2187; Al-Imam Ibnu Majah rahimahullahu dalam Kitabul Fitan no. 3953.

Hadits ini juga diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., seperti yang disebutkan Al-Imam Al-Bukhari dalam Kitabul Fitan no. 7059.

Nah, pertanyaan sekarang siapakah yang dimaksud dengan Ya’juj wa Ma’juj?

Terjadi perselisihan apakah kedua nama ini berasal dari bahasa Arab ataukah bukan. Yang berpendapat bahwa keduanya dari bahasa Arab, mereka mengatakan bahwa keduanya berasal dari kata ajja (أَجَّ), yang berarti berkobar. Atau dari kata ujaaj (أُجَاجٌ) yang berarti air yang sangat asin. Atau dari kata al-ajj (الْأَجُّ), yang berarti melangkah dengan cepat. Atau Ma`juj berasal dari kata maaja (مَاجَ) yang berarti goncang. {Asyrathus Sa’ah, Yusuf Al-Wabil hal. 365-366}

Dalam kamus Lisanul-‘Arab dikatakan bahwa kata Ya’juj wa Ma’juj berasal dari kata ajja atau ajij dalam wazan Yaf’ul.Kata ajij artinya nyala api. Tetapi kata ajja berarti pula asra’a, maknanya berjalan cepat.

Sejumlah ahli bahasa meyakini bahwa Ya’juj wa Ma’juj adalah orang-orang Cina. Ya’juj wa Ma’juj, menurut ahli lughah, ada yang menyebut isim musytaq (memiliki akar kata dari bahasa Arab) berasal dari Ajaja an-Nar artinya jilatan api. Menurut Abu Hatim, Ma’juj berasal dari Maja, yaitu kekacauan.Ma’juj berasal dari Mu’juj, yaitu Malaja.

Namun, menurut pendapat yang sahih, Ya’juj wa Ma’juj bukan isim musytaq, melainkan isim ‘ajam dan laqab(julukan).Ada pula yang menyebutkan kata Ya’juj wa Ma’juj adalah dari bahasa Cina. Ya bermakna Asia, Jou atau Zhou adalah benua (tempat tinggal) dan Ma adalah kuda. Ya’juj adalah Benua Asia dan Ma’juj adalah bangsa berkuda.

Dari beberapa pengertian diatas, maka kita bisa menafsirkan bahwa Ya’juj Ma’juj adalah suatu bangsa yang berasal dari Asia yang berdiam di sekitar laut, yang mampu bergerak dengan sangat cepat dan mahir berkuda, serta suka menimbulkan kekacauan.

Nabi Muhammad saw pernah menyebutkan tentang ciri-ciri Ya’juj Ma’juj. Disebutkan dalam riwayat Al-Imam Ahmad rahimahullahu, dari bibinya, Ibnu Harmalah, dia berkata:

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah dalam keadaan jarinya terbalut karena tersengat kalajengking. Beliau bersabda:

“Kalian mengatakan tidak ada musuh. Padahal sesungguhnya kalian akan terus memerangi musuh sampai datangnya Ya’juj wa Ma’juj, lebar dahinya, kecil matanya, dan menyala (terang) rambutnya. Mereka mengalir dari tempat-tempat yang tinggi, wajah mereka seperti perisai.”

Dalam hadits lain dikatakan:

“Tidak akan terjadi kiamat sebelum kalian memerangi suatu kaum yang bermata kecil dan berwajah lebar. Mata mereka seperti belalang, dan wajah mereka seperti topi baja yang berbulu. Mereka memakai alas kaki dari bulu, membuat perisai dari kulit, dan senang menambatkan kuda pada pohon kurma.” (HR. Ibnu Majah dari Abu Said Al Khudri)

Apa yang dikatakan oleh hadits Rasulullah tentang ciri-ciri Ya’juj Ma’juj diatas mirip dengan perkataan sejarawan Ammianus Marcellinus tentang ciri-ciri bangsa Alan serta Herodotus tentang ciri-ciri suku Schythian. Berikut perkataan Wikipedia:

Ammianus Marcellinus considered the Alans to be the former Massagetae: “the Alani, who were formerly called the Massagetae“and stated “Nearly all the Alani are men of great stature and beauty; their hair is somewhat yellow, their eyes are terribly fierce.”

“According to Herodotus, Scythian costume consisted of padded and quilted leather trousers tucked into boots, and open tunics. They rode with no stirrups or saddles, just saddle-cloths.”